Jāwa: Five lectures on the imagination, praxis and politics of space-time: visiting professor Prof. Ismail Fajrie Alatas di Prodi Ilmu Sejarah, FISHIPOL, UNY

Pada tanggal 27 hingga 31 mei 2024, program studi ilmu Sejarah, fakultas ilmu sosial, hukum dan ilmu politik menyelenggarakan visiting professor (vp) bersama Prof. Ismail Fajrie Alatas (biasa disapa Prof. Fajrie), Associate Professor dari New York University. Pada kesempatan vp kali ini Prof. Ismail Fajrie Alatas membawakan kuliah dengan tema besar mengenai Jāwa : Five lectures on the imagination, praxis and politics of space-time. Kuliah itu dihadiri oleh 150 peserta yang terdiri dari 102 peserta mahasiswa semester 2 prodi ilmu sejarah dan 48 peserta umum.

Dalam presentasinya, Prof. Ismail menunjukkan adanya perubahan signifikan mengenai pandangan kaum hadramī pada Jawā. Sebagai wilayah, Jawā dipandang sebagai daerah yang penuh bahaya dan korupsi, sedangkan Hadramawt dipandang sebagai tanah yang suci. Namun pandangan mengenai Jawā dari kaum Hadramĩ ini berubah pada periode Indonesia pasca kemerdekaan. Untuk menunjukkan argumennya, pertama-tama, Prof. Ismail menggunakan kitab Manāqib (hagiographical encyclopaedia) yang berjudul Tāj al-A’rās karya Alį bin Husayn al-Attas (1892-1979), berisikan imajinasi kaum hadramī mengenai pusat peradaban islam di berbagai lokasi berbed dari Baroda, Calcutta dan Rangoon ke Singapura, Batavia dan Bondowoso. Artikel ini menunjukkan adanya perubahan pusat Islam dan signifikansi spiritual dari Jawā. Selain itu kitab Tāj al-A'rās sebagai kartografi moral dan geografi praxis yang menunjukkan adanya kalender ritual, pergerakan dan jaringan manusia yang menantang gambaran sebelumnya mengenai Jawā dari generasi Hadramī sebelumnya.

Argumen kedua ditunjukkan Prof. Fajrie menggunakan kitab tārikh karya Alawī bin Tāhir al-Haddād (d. 1962) dan karya Ahmad bin Abdallāh al-Saqqāf (d. 1950). Karya pertama berjudul Al-Madkhal ilā tārīkh al-islām fī al-sharq al-aqsā yang berisikan mengenai Sejarah Islam di Timur Jauh dengan menekankan pada pedagang, misionaris dan sultan sebagai tokoh utama. Pandangan yang disampaikan oleh Alawī bin Tāhir al-Haddād mengenai Jāwa  menunjukkan bahwa masyakarat yang ada di dalamnya berhati tulus, saleh dan penuh entusiasme bahkan sebelum islam masuk. Bahkan, Prof. Fajrie juga menunjukkan perubahan imajinasi kaum Hadramī akan Jāwa dalam karya Ahmad bin ‘Abdallāh al-Saqqāf mengenai sejarah Banten. Nada tulisan yang disampaikan oleh Ahmad bin ‘Abdallāh adalah berupa anti-colonial dan anti Mataram. Dikatakannya bahwa Banten adalah kelanjutan visi dari Demak dan pengekslusian sejarah Mataram yang dipandangnya terlalu sinkretis dan kesultnana Mataram sebagai kedaulatan mistis (mystical sovereignty).

Karya ketiga, Prof. Fajrie, menggunakan kitab Rihla karya Sālih bin ‘Alį al-Hāmid (1903-1967) yang berjudul Rihla Jāwa al-Jamīla yang berisikan catatan perjalanan seorang adīb. Dalam naskah itu, menurut Prof. Fajrie, Jāwa digambarkan sebagai ruang-waktu natural yang memiliki kecantikan karena ritme natural dan siklus musim, ruang-waktu sosial yang ditunjukkan dengan keramahtamahan dan persahabatan, dan ruang-waktu futuristic yang menunjukkan modernitas dan kecepatan.

Dari ketiga jenis teks yang digunakan, Prof. Fajrie ingin membagi proyek riset yang sedang digeluti dua tahun terakhir mengenai imajinasi orang-orang Hadrami tentang Jāwa sebagai sebuah konstruk ruang-waktu (space-time). Prof. Fajrie menggunakan studi kasus dari kitab manāqib, Tarikh dan Rihla, seperti yang telah dijelaskan diatas. Melalui studi kasus tersebut Prof. Fajrie ingin membangun sebuah pendekatan riset dan penulisan sejrah yang bertumpu pada ritma kehidupan (baik ritma tubuh, natural dan sosial) dengan harapan dapat keluar dari konsepsi waktu yang kronometris dan konsepsi ruang yang geometris.